Minggu, 20 November 2011

kalam 3..MURJIAH

  1. AL-MURJI’AH
1)      Asal-Usul Kemunculan Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena tiu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teri pertama mengatakan bahwa gagasann irja dan arja’ dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat Khawarij.
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubuh Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Alquran dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hokum Allah. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim tiu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan yang benar,  durhaka kepada orang tua serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat ini ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah Dia akan mengampuni atau tidak[6].
2) Doktrin-Doktrin Murji’ah
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut:
  1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya diakhirat kelak.
  2. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
  3. Pemberian harapan terhadap orang Muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
  4. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (Mazhab) para skeptis dan empirin dari kalangan Helenis.
Sementara itu Abu ‘a’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:[7]
  1. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal dan perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
  2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya menjauhkan diri dari syirik dan mati dam keadaan akidah tauhid.
3) Sekte-Sekte Murji’ah
Muhammad Imarah menyebutkan dua belas sekte Murji’ah, yaitu:
  1. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shufwan.
  2. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahi.
  3. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary.
  4. As-samriah, pengikut Abu Smar dan Yunus.
  5. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban.
  6. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimasqy.
  7. An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr.
  8. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man.
  9. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.
  10. Al-Mu’aziyah, pengikut Mu’adz Ath-Thaumi.
  11. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy.
  12. Al-Kalamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.
  1. JABARIYAH
1)  Asal-Usul Pertumbuhan Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al-Munjid, dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
Dalam bahasa Inggris, jabariyah disebut fatalisme, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.[8]
Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shufwan dari Khurasan. Dalam perkembangan selanjutnya faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirrar.
Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka kepada sikap fatalism.
2)  Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-Doktrinnya
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian, kelompok ekstrim dan moderat. Di antara totoh-tokoh Jabariyah ekstrim ialah sebagai berikut:
  1. Jahm bin Shufwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:
  1. Manusia tidak mampu untuk brbuaat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentangketerpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan(nafyu as-sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.
  2. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
  3. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murji’ah.
  4. Kalam Tuhan adalah makhluq. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaandengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitupula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak
Dengan demikian beberapa hal, pendapat Jahm hamper sama dengan Murji’ah, Mu’tazilah, dan As-Ariah. Itulah sebabnya para pengkrtik dan sejarawan menyebutnya dengan Al-Mu’tazili, Al-Murji’i dan Al-Asy’ari.
  1. Ja’d bin dirham
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby Menjelaskannya sebagai berikut :
  1. al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.
  2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
  3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Yang termasuk tokoh Jabariyah Moderat adalah sebagai berikut:
a)      An-Najjar
Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
  1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
  2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
b) Adh-Ddirar
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dirrar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dirrar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

0 komentar:

Posting Komentar

Footer Widget 1

Footer Widget 3

Visitors

new

new
satu

Label

Blogger Tricks

Blogger Themes

Resource

Site Map

Advertise

Moto GP News

Football News

Formula 1 News

Link List

Powered By Blogger

Sport News

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

About Me

Foto saya
Meraih Sukses dengan Menjadi Kreatif, Menjadi sukses adalah tujuan hidup bagi sebagian besar orang. Salah satu modal untuk meraih kesuksesan adalah dengan menjadi individu yang kreatif. Dengan kreatifitas yang dimiliki seseorang disertai dengan pengambilan langkah-langkah yang tepat dalam mengembangkan kreatifitas tersebut, Kesuksesan bisa dicapai. Ada beberapa langkah awal yang dapat diambil untuk mencapai kesuksesan dengan memanfaatkan ide kreatif yang Anda miliki, diantaranya:

Mengenai Saya

Foto saya
trenggalek, jawa timur, Indonesia
Meraih Sukses dengan Menjadi Kreatif, Menjadi sukses adalah tujuan hidup bagi sebagian besar orang. Salah satu modal untuk meraih kesuksesan adalah dengan menjadi individu yang kreatif. Dengan kreatifitas yang dimiliki seseorang disertai dengan pengambilan langkah-langkah yang tepat dalam mengembangkan kreatifitas tersebut, Kesuksesan bisa dicapai. Ada beberapa langkah awal yang dapat diambil untuk mencapai kesuksesan dengan memanfaatkan ide kreatif yang Anda miliki, diantaranya:

Followers

Basketball News

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost